Ketika jalinan asmara putus, siapa yang lebih sulit move-on, pria atau wanita? Jawabannya tentu tergantung dari kepribadian dan sifat masing-masing orang. Namun jika melihat kecenderungan, wanita umumnya mengalami masa transisi yang lebih lama pasca putus cinta dibandingkan pria.
Perceraian Ashton Kutcher dan Demi Moore salah satu contohnya. Di saat Demi masih berusaha keras untuk keluar dari keterpurukan hingga harus masuk rehabilitasi, Ashton dikabarkan sudah kencan dengan beberapa wanita termasuk lawan mainnya dalam 'That 70's Show', Mila Kunis.
Begitu juga dengan Katy Perry dan Russell Brand, baru beberapa minggu setelah mengajukan gugatan cerai, komedian dan aktor Inggris ini dilaporkan sudah berkencan bahkan kepergok mencium wanita lain. Kabar itu pun membuat Katy kesal karena mantan suaminya itu move-on begitu cepat.
Melihat dua kasus di atas, benarkah pria lebih cepat move-on setelah putus cinta ketimbang wanita? Konselor percintaan Dr. Rajan Bhonsle menjawab, hal itu bisa jadi benar dengan alasan wanita merupakan makhluk yang emosional.
"Bagi kebanyakan wanita, jatuh cinta adalah proses yang perlahan dan bertahap. Ketertarikan wanita kepada pria terbentuk dalam waktu yang lama seiring dia mulai mencintai, mengenali dan memahami lawan jenisnya. Dia memupuk perasaan cintanya, itulah sebabnya kegagalan percintaan atau perselingkuhan lebih menyakitkan bagi wanita," urai Dr. Rajan, seperti dikutip dari iDiva.
Pendapat yang sedikit berbeda diungkapkan psikoterapis Dr. Reema Shah yang menyatakan bahwa urusan perasaan tidak bisa digeneralisasikan. Dr. Reema berargumen, perbedaan cara pria dan wanita dalam mengatasi masalah percintaan bukan karena gender, tapi lebih kepada kondisi sosial.
"Wanita bersikap demonstratif karena ada semacam persetujuan sosial yang 'membolehkan' mereka lebih terbuka secara emosional. Karena ekspresinya terlihat, orang jadi berpikir kalau wanita lebih sulit melupakan sakit hati," ujarnya.
Sebaliknya, pria tidak bisa terlalu mengumbar kegagalan cintanya ke publik seperti yang bisa dilakukan wanita (takut dilabeli cengeng, kewanitaan atau tidak macho). Akhirnya pria memilih untuk melanjutkan rutinitas yang membuat mereka terlihat lebih kuat dan tidak terluka terlalu dalam. Padahal, belum tentu kenyataannya seperti yang terlihat di luar.
"Otak pria memiliki kemampuan untuk memisahkan data lebih baik dari otak wanita, itu juga membantu. Artinya, mereka bisa lebih cepat kembali ke keseharian seperti biasa meskipun mungkin masih terbayang sosok mantan kekasihnya," kata Reema.
Kesimpulannya, wanita memang terlihat lebih sulit move-on dibandingkan pria. Namun apa yang terlihat dari luar belum tentu kenyataan yang sebenarnya. Pria bisa saja lebih cepat bersenang-senang dengan teman hang-out atau larut dalam kesibukan kantor. Sementara wanita masih saja berdiam diri di kamar sambil menangisi kandasnya jalinan asmara, atau curhat sana-sini. Namun sekali lagi, hal ini tidak terlalu berkaitan dengan gender melainkan kondisi sosial yang membentuk karakter mereka.
Perceraian Ashton Kutcher dan Demi Moore salah satu contohnya. Di saat Demi masih berusaha keras untuk keluar dari keterpurukan hingga harus masuk rehabilitasi, Ashton dikabarkan sudah kencan dengan beberapa wanita termasuk lawan mainnya dalam 'That 70's Show', Mila Kunis.
Begitu juga dengan Katy Perry dan Russell Brand, baru beberapa minggu setelah mengajukan gugatan cerai, komedian dan aktor Inggris ini dilaporkan sudah berkencan bahkan kepergok mencium wanita lain. Kabar itu pun membuat Katy kesal karena mantan suaminya itu move-on begitu cepat.
Melihat dua kasus di atas, benarkah pria lebih cepat move-on setelah putus cinta ketimbang wanita? Konselor percintaan Dr. Rajan Bhonsle menjawab, hal itu bisa jadi benar dengan alasan wanita merupakan makhluk yang emosional.
"Bagi kebanyakan wanita, jatuh cinta adalah proses yang perlahan dan bertahap. Ketertarikan wanita kepada pria terbentuk dalam waktu yang lama seiring dia mulai mencintai, mengenali dan memahami lawan jenisnya. Dia memupuk perasaan cintanya, itulah sebabnya kegagalan percintaan atau perselingkuhan lebih menyakitkan bagi wanita," urai Dr. Rajan, seperti dikutip dari iDiva.
Pendapat yang sedikit berbeda diungkapkan psikoterapis Dr. Reema Shah yang menyatakan bahwa urusan perasaan tidak bisa digeneralisasikan. Dr. Reema berargumen, perbedaan cara pria dan wanita dalam mengatasi masalah percintaan bukan karena gender, tapi lebih kepada kondisi sosial.
"Wanita bersikap demonstratif karena ada semacam persetujuan sosial yang 'membolehkan' mereka lebih terbuka secara emosional. Karena ekspresinya terlihat, orang jadi berpikir kalau wanita lebih sulit melupakan sakit hati," ujarnya.
Sebaliknya, pria tidak bisa terlalu mengumbar kegagalan cintanya ke publik seperti yang bisa dilakukan wanita (takut dilabeli cengeng, kewanitaan atau tidak macho). Akhirnya pria memilih untuk melanjutkan rutinitas yang membuat mereka terlihat lebih kuat dan tidak terluka terlalu dalam. Padahal, belum tentu kenyataannya seperti yang terlihat di luar.
"Otak pria memiliki kemampuan untuk memisahkan data lebih baik dari otak wanita, itu juga membantu. Artinya, mereka bisa lebih cepat kembali ke keseharian seperti biasa meskipun mungkin masih terbayang sosok mantan kekasihnya," kata Reema.
Kesimpulannya, wanita memang terlihat lebih sulit move-on dibandingkan pria. Namun apa yang terlihat dari luar belum tentu kenyataan yang sebenarnya. Pria bisa saja lebih cepat bersenang-senang dengan teman hang-out atau larut dalam kesibukan kantor. Sementara wanita masih saja berdiam diri di kamar sambil menangisi kandasnya jalinan asmara, atau curhat sana-sini. Namun sekali lagi, hal ini tidak terlalu berkaitan dengan gender melainkan kondisi sosial yang membentuk karakter mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar