Ulama
ini lebih dikenal sebagai Kiai Merogan. Panggilan itu merujuk pada
tempat tinggal dan aktivitasnya yang banyak di kawasan muara Sungai Ogan
(salah sat anak Sungai Musi) di kawasan Seberang Ulu. Ayahnya adalah
seorang ulama dan pedagang yang sukses. Kiai Merogan
dilahirkan pada tahun 1811 M dan wafat pada 31 Oktober 1901. Ulama ini
dimakaman di areal Masjid Ki Merogan, salah satu masjid yang dibangun
selama syiar Islamnya.
Selama berdakwah-sebelumnya, dia menetap di Mekkah, Saudi Arabia,
tetapi mendapat bisikan untuk kembali ke kampong halaman – bersama
murid-muridnya, Kiai Merogan menggunakan perahu hingga ke daerah pelosok
di Sumatera Selatan. Karena itu pula, selain Masjid Lawang Kidul dan
Masjid Kiai Merogan di Palembang serta tiga pemondokan jemaah haji di
Saudi Arabia, Kiai Merogan masih memiliki peninggalan berupa masjid di
Dusun Ulak Kerbau Lama Pegagan Ilir (OKI).
Sayang,
kebakaran hebat pernah menghaguskan Kampung Karangberahi pada antara
tahun 1964-1965. Kebakaran ini juga, diduga menghanguskan peninggalan
berupa karya tulis Kiai Merogan, yang makamnya dikeramatkan hingga kini
dan dipercaya membawa berkah bagi para peziarah yang memanjatkan doa di
makam itu.
Sebagai salah satu warisannya, Masjid Lawang Kidul hingga kini masih menampakkan kekukuhan dan kemegahan perkembangan Islam di kota
ini. Hingga sekarang, masjid yang bangunan induknya memiliki luas
lantai lebih kurang 20X20 meter itu, sebagian besar masih asli. Namun,
terdapat bangunan tambahan sehingga luasnya saat ini menjadi 40X41
meter.
Pemugaran
dilaksanakan pada 1983-1987 lalu. Meskipun sebagian besar materialnya
asli, ada beberapa bagian yang terpaksa diganti. Bagian yang diganti itu
terutama bagian atapnya yang semula genting belah bamboo. Karena
genting jenis itu tidak ada lagi, diganti dengan genting genting kodok.
Konon,
material bangunan itu terdiri atas campuran kapur, telur, dan pasir.
Sedangkan bahan kayunya –tiang, pintu, atap, dan bagian penunjang
lainnya- terbuat dar kayu unglen.
Interior
mesjid, juga masih menampakkan keaslian. Empat saka guru memiliki
ketinggian delapan meter dengan 12 pilar pendamping setinggi lebih
kurang enam meter, Kesemua tiang bersudut delapan. Empat alang
(penyangga) atas sepanjang 20 meter juga terbuat dari unglen tanpa
sambungan.Masjid Lawang Kidl adalah salah satu masjid tua di kota Palembang.
Masjid ini terletak di tepian Sungai Musi di semacam tanjung yang
terbentuk oleh pertemuannya dengan muara Sungai Lawangkidul, di kawasan
Kelurahan Lawang Kidul, Kecamatan Ilir Timur II. Rumah ibadah ini
dibangun dan diwakafkan ulama Palembang Kharismatik, Ki. Mgs. H. Abdul
Hamid bin Mgs. H. Mahmud alias K. Anang pada tahun 1310 H(1890 M).
Ulama
ini lebih dikenal sebagai Kiai Merogan. Panggilan itu merujuk pada
tempat tinggal dan aktivitasnya yang banyak di kawasan muara Sungai Ogan
(salah sat anak Sungai Musi) di kawasan Seberang Ulu. Ayahnya adalah
seorang ulama dan pedagang yang sukses. Kiai Merogan
dilahirkan pada tahun 1811 M dan wafat pada 31 Oktober 1901. Ulama ini
dimakaman di areal Masjid Ki Merogan, salah satu masjid yang dibangun
selama syiar Islamnya.
Selama berdakwah-sebelumnya, dia menetap di Mekkah, Saudi Arabia,
tetapi mendapat bisikan untuk kembali ke kampong halaman – bersama
murid-muridnya, Kiai Merogan menggunakan perahu hingga ke daerah pelosok
di Sumatera Selatan. Karena itu pula, selain Masjid Lawang Kidul dan
Masjid Kiai Merogan di Palembang serta tiga pemondokan jemaah haji di
Saudi Arabia, Kiai Merogan masih memiliki peninggalan berupa masjid di
Dusun Ulak Kerbau Lama Pegagan Ilir (OKI).
Sayang,
kebakaran hebat pernah menghaguskan Kampung Karangberahi pada antara
tahun 1964-1965. Kebakaran ini juga, diduga menghanguskan peninggalan
berupa karya tulis Kiai Merogan, yang makamnya dikeramatkan hingga kini
dan dipercaya membawa berkah bagi para peziarah yang memanjatkan doa di
makam itu.
Sebagai salah satu warisannya, Masjid Lawang Kidul hingga kini masih menampakkan kekukuhan dan kemegahan perkembangan Islam di kota
ini. Hingga sekarang, masjid yang bangunan induknya memiliki luas
lantai lebih kurang 20X20 meter itu, sebagian besar masih asli. Namun,
terdapat bangunan tambahan sehingga luasnya saat ini menjadi 40X41
meter.
Pemugaran
dilaksanakan pada 1983-1987 lalu. Meskipun sebagian besar materialnya
asli, ada beberapa bagian yang terpaksa diganti. Bagian yang diganti itu
terutama bagian atapnya yang semula genting belah bamboo. Karena
genting jenis itu tidak ada lagi, diganti dengan genting genting kodok.
Konon,
material bangunan itu terdiri atas campuran kapur, telur, dan pasir.
Sedangkan bahan kayunya –tiang, pintu, atap, dan bagian penunjang
lainnya- terbuat dar kayu unglen.
Interior
mesjid, juga masih menampakkan keaslian. Empat saka guru memiliki
ketinggian delapan meter dengan 12 pilar pendamping setinggi lebih
kurang enam meter, Kesemua tiang bersudut delapan. Empat alang
(penyangga) atas sepanjang 20 meter juga terbuat dari unglen tanpa
sambungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar