Berdiri 22 tahun yang lalu, Monumen
Perjuangan Rakyat (Monpera) sudah difungsikan sebagai museum penyimpanan
benda bersejarah. Terutama, sisa peninggalan perang lima hari lima
malam di Palembang.
Bangunan Monpera berdiri kokoh di pinggir Jl
Merdeka, persis di samping Mesjid Agung. Ciri khasnya ada enam cagak
(tiang) beton yang kokoh bertautan tiga-tiga di bagian samping kiri dan
kanannya. Juga terpampang relief yang menggambarkan suasana pertempuran
lima hari lima malam di kota Palembang melawan penjajah Belanda.
Masuk
ke dalam bangunan berlantai lima itu, terasa berbeda dengan penampilan
luarnya. Konon, sejak diresmikan penggunaannya tanggal 23 Februari 1988
oleh mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) RI H
Alamsyah Ratuperwiranegara, hingga sekarang koleksi benda-benda
bersejarah yang dikumpulkan masih sangat minim.
Pendirian
museum sendiri, diawali dengan peletakan batu pertama. Sekaligus
pemancangan tiang bangunan HUT Kemerdekaan RI ke-30, 17 Agustus 1975.
Saat itu, merupakan masa pergantian tampuk kepemimpinan gubernur Sumsel
dari H Asnawi Mangku Alam ke H Sainan Sagiman. “Pengganti Pak Asnawi
meneruskan pembangunan Monpera itu,”
Dalam perkembangannya,
koleksi masih menjadi kendala utama. “Kesadaran dan pemahaman dari
kerabat mantan pejuang kemerdekaan untuk menitipkan benda-benda
peninggalan keluarga mereka ke sini, masih kurang,” tukasnya.
Nah,
untuk menggugah hati dari keluarga pejuang, para pengurus Monpera
sejak beberapa tahun yang lalu mempersiapkan empat unit lemari khusus
penyimpanan benda-benda koleksi bersejarah. Sayangnya, hingga kini
lemari yang di bagian depannya terpampang tulisan “Lemari Ini Masih
Kosong dan Menanti Sumbangan Ahli Waris berikutnya,” kondisinya masing
kosong melompong.
“Belum ada satupun koleksi sejarah yang
ditempatkan di sini. Itulah sebabnya kenapa sampai sekarang, tingkat
kunjungan ke Monpera dari waktu ke waktu tak pernah menunjukkan grafik
peningkatan yang mengembirakan,” bebernya lagi.
Berdasarkan data
yang ada, tercatat rata-rata tingkat kunjungan pelancong per bulan,
lebih dari 100-an orang. Paling ramai, saat perayaan HUT Kemerdekaan
RI, 17 Agustus.
Hingga kini di monumen yang disebut juga sebagai
palagan Palembang itu, hanya terdapat sekitar 300-an koleksi. Di sana,
ada foto masa perjuangan enam tokoh perang kemerdekaan.
Mereka
masing-masing, dr AK Gani, drg M Isa, Haji Abdul Rozak (Residen Abdul
Razak). Kemudian, Mayjen TNI H Bambang Utoyo, Brigjen TNI H Hasan Kasim,
dan Kolonel H Barlian. “Foto-foto mereka di pamerkan di lantai satu.
Termasuk juga patung-patung dalam berbagai bentuk,”
Di lantai
dua, Anda dapat melihat 14 pucuk senjata yang sebagian besar merupakan
hasil pampasan perang zaman sebelum kemerdekaan. Ada senjata jenis
pistol, senapan, kecepek, ranjau hingga alat pelontar bom yang kerab
dipakai pejuang tempo doeloe.
“Untuk keamanan bersama,
senjata-senjata itu kita tempatkan di ruang khusus berdinding kaca.
Hanya dapat dilihat dari luar. Ini tak lain untuk mengantisipasi ulah
tangan-tangan jahil,”
Naik ke lantai tiga museum, terdapat
patung yang merupakan replika wajah dari keenam pejuang kemerdekaan asal
Sumsel. Juga ada koleksi pakaian dinas baik sipil maupun militer yang
dipakai keenam tokoh perjuangan dalam merebut kemerdekaan, itu.
Lantai empat hanya dipakai untuk kantor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar