Ekonomi Indonesia diperkirakan akan tetap tumbuh. Meskipun berbagai macam krisis dan gejolak ekonomi menghampiri, tidak ada gangguan berarti terhadap perekonomian dalam negeri karena permintaan domestik masih akan tetap tumbuh.
"Indonesia akan tumbuh 4,5 persen. Krisis seperti apa pun, pemerintah tidur pun pertumbuhan ekonomi akan 4,5 persen per tahun sampai tahun 2035," kata ekonom Aviliani di Jakarta, Rabu (12/2/2014).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut ditopang oleh permintaan domestik yang tetap tinggi. Persoalan, kata Aviliani, justru berada pada sisi suplai. "Misalnya di sektor infrastruktur. Listrik itu kebutuhannya 10 persen, tapi suplai cuma 4 persen. Penjualan mobil tumbuh 20 persen, tapi berapa persen pertumbuhan jalan?" ujar dia.
Menurut Aviliani, kondisi yang saat ini terjadi adalah permintaan (demand) terlalu cepat, sementara suplai tidak berjalan dengan baik. Ini menciptakan jurang pemisah yang sangat lebar.
"Investasi baru digenjot 3 tahun terakhir. Ketika 3 tahun dibangun besar-besaran, kita butuh impor besar. Arus dana yang keluar lebih banyak sehingga rupiah jadi terdepresiasi," papar dia.
Lebih lanjut, kondisi rupiah saat ini berbeda dengan kondisi rupiah pada kurun waktu 2008 sampai 2012. Menurut Aviliani, posisi rupiah di bawah Rp 10.000 bukan karena fundamental, melainkan karena besarnya jumlah uang yang masuk ke negara berkembang.
"Ketika akhir tahun 2012 menjelang tahun 2013 mulai dana keluar dari negara berkembang. Hampir semua negara berkembang mengalami dana keluar. Kalau bunga murah, maka akan krisis likuiditas dan demand tumbuh terus," jelasnya.
"Indonesia akan tumbuh 4,5 persen. Krisis seperti apa pun, pemerintah tidur pun pertumbuhan ekonomi akan 4,5 persen per tahun sampai tahun 2035," kata ekonom Aviliani di Jakarta, Rabu (12/2/2014).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut ditopang oleh permintaan domestik yang tetap tinggi. Persoalan, kata Aviliani, justru berada pada sisi suplai. "Misalnya di sektor infrastruktur. Listrik itu kebutuhannya 10 persen, tapi suplai cuma 4 persen. Penjualan mobil tumbuh 20 persen, tapi berapa persen pertumbuhan jalan?" ujar dia.
Menurut Aviliani, kondisi yang saat ini terjadi adalah permintaan (demand) terlalu cepat, sementara suplai tidak berjalan dengan baik. Ini menciptakan jurang pemisah yang sangat lebar.
"Investasi baru digenjot 3 tahun terakhir. Ketika 3 tahun dibangun besar-besaran, kita butuh impor besar. Arus dana yang keluar lebih banyak sehingga rupiah jadi terdepresiasi," papar dia.
Lebih lanjut, kondisi rupiah saat ini berbeda dengan kondisi rupiah pada kurun waktu 2008 sampai 2012. Menurut Aviliani, posisi rupiah di bawah Rp 10.000 bukan karena fundamental, melainkan karena besarnya jumlah uang yang masuk ke negara berkembang.
"Ketika akhir tahun 2012 menjelang tahun 2013 mulai dana keluar dari negara berkembang. Hampir semua negara berkembang mengalami dana keluar. Kalau bunga murah, maka akan krisis likuiditas dan demand tumbuh terus," jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar